Jepitcom

perbangdingan antara aliran

PERBANDINGAN ANTARA ALIRAN


Kuliah


Akidah Ilmu Kalam


Dosen:


Drs. MUHLISIN M.Ag


FAKULTAS TARBIYAH


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


SURABAYA


















BAB I


PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Ilmu kalam sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu agama. Di dalam ilmu kalam itu terdapat sub bahasan yang tentang perbandingan antara aliran-aliran serta ajaran-ajarannya. Dari perbandingan antar aliran ini, kita dapat mengetahui, menela’ah dan membandingkan antar paham aliran satu dengan aliran yang lain. sehingga kita memahami maksud dari segala polemik yang ada.


B. Rumusan Masalah


dalam makalah ini penulis akan memaparkan pembahasan tentang perbandingan antara aliran-aliran yang ikut berperan dalam ilmu kalam seperti pembahasan di bawah ini.


1. Apa isi dari perbandingan aliran?


2. Aliran apa saja yang membahas tentang isi makalah ini?


C. Tujuan


Dari penjelasan makalah ini penulis bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu kalam di samping itu untuk memperdalam pemahaman mahasiswa agar mempunyai wawasan yang luas tentang pemikiran aliran-aliran dalam ilmu kalam dan bisa menentukan mana yang terbaik bagi mereka.














BAB II


PERBANDINGAN ANTARA ALIRAN


A. Wahyu dan akal


kaum Mu'tazilah berpendapat semua persoalan di atas dapat diketahui oleh akal manusia dengan perantara akal yang sehat dan cerdas seseorang dapat mencapai makrifat dan dapat pula mengetahui yang baik dan buruk. Bahkan sebelum wahyu turun, orang sudah wajib bersyukur kepada Tuhan. Menjauhi yang buruk dan mengerjakan yang baik. Berbeda dengan Mu'tazilah, kaum asy’ariyah berpendapat akal memang dapat mengetahui adanya Tuhan. Tetapi akal tidak dapat mengetahui cara berterima kasih kepada Tuhan. Untuk mengetahui hal-hal tersebut diperlukan wahyu. Melalui wahyu manusia bisa mengetahuinya. Tanpa wahyu, manusia tidak akan tahu. Golongan maturidiyah samarkan berpendapat, akal dapat mengetahui adanya Tuhan kewajiban dan berterima kasih kepada Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Tetapi akal tidak dapat mengetahui bagaimana kewajiban berbuat baik dan meninggalkan buruk, karena itu wahyu sangatlah diperlukan untuk menjelaskannya. Golongan maturidiyah bukhara sependapat dengan kaum asy’ariyah.


B. Pelaku dosa besar


1. Menurut aliran Khawarij


Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orangorang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu'awiyah, amr bin al-ash, Abu Musa al-asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al-Maidah ayat 44:


(ومن لم يحكم بما انزل ال فأولئك هم الكافرون )المائدة: 44


Artinya:


“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”


Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua sub sekte khwarij, kecuali najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya. Sub sekte yang sangat ekstrim, azariqah, menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal dineraka bersama orang-orang kafir lainnya.


2. Menurut aliran Murji’ah


Pandangan aliran murji’ah tentang setatus pelaku dosa besar dapat ditelusuri dari definisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Secara garis besar, sebagaimana telah dijelaskan sub sekte Khawarij dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan moderat. Harun nasution berpendapat bahwa sub sekte murji’ah yang ekstrim dan mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti telah menggeser atau merusak keimanannya. Bahkan keimanannya masih sempurna dimata Tuhan. Adapun murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosar yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia bebas dari siksa neraca.


3. Menurut aliran Mu'tazilah


Perbedaannya, bila khwarij mengkafirkan pelaku dosa besar dan murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar,


Mu'tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi


pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali


dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-manzilah baial


manzilataini.


Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu'tazilah, berada


diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika


pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia


akan dimasukkan ke dalam nerak selama-lamanya. Walaupun


demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada


siksaan orang-orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa


tokoh Mu'tazilah, seperti wastul bin atha’ dan amr bin ubaid


memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan


mukmin atau kafir.


4. Aliran Asy’ariyah


Terhadap pelaku dosa besar, agaknya al-asy’ari, sebagai


wakil ahl-as-Sunah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud


ke baitullah (ahl-al-qiblah) walaupun melakukan dosa besar,


seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap


sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka


miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besar


itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan


(halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah


kafir.


Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar,


apabila ia meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut


al-asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha


Esa berkehendak mutlaq. Dari paparan singkat ini, jelaslah


bahwa asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama


dengan murji’ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak


mengkafirkan para pelaku dosa besar.


5. Aliran Maturidiyah


Aliran maturidiyah, baik samarkand maupun bukhara,


sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai


mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. adapun


balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa


yang dilakukannya di dunia. jika ia meninggal tanpa tobat


terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada


kehendak Allah SWT. jika menghendaki pelaku dosa besar


diampuni, ia akan memasukkan ke neraca, tetapi tidak kekal


didalamnya.


6. Aliran Syi’ah Zadiyah


Penganut Syi’ah zaidiyah percaya bahwa orang yang


melakukan dosa besar akan kekal di dalam neraca, jika ia belum


tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah


zaidiyah memang dekat dengan Mu'tazilah. Ini bukan sesuatu


yang aneh mengingat washil bin atha’, mempunyai hubungan


dengan zaid moojan momen bahkan mengatakan bahwa zaid


pernah belajar kepada washil bin atho’2



C. Sifat-sifat Tuhan


1. Menurut aliran Mu'tazilah


Pertentangan paham antara kaum Mu'tazilah dan kaum


asy’ariyah dalam masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah


Tuhan mempunyai sifat atau tidak. Jika Tuhan mempunyai


sifat-sifat itu mestilah kekal seperti halnya dengan zat Tuhan.


Tegasnya, kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham


banyak yang kekal (ta’addud al-qudama’ atau poltiplicity of


eternals). Dan ini selanjutnya membawa pula kepada paham


syirik atau polyteisme. Suatu hal yang tak dapat diterima dalam


teologi.


Sebagian telah dilihat dalam bagian 1, kaum Mu'tazilah


mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan


bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Ini berarti bahwa Tuhan


tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuatan dan


sebagainya. Tuhan tetap mengetahui dan sebagainya bukanlah


sifat dalam arti kata sebenarnya. Arti “Tuhan mengetahui


dengan perantara pengetahuan dan pengetahuan itu adalah


Tuhan sendiri.


2. Menurut Aliran Asy’ariyah


Kaum asy’ariyah membawa penyelesaian yang


berlawanan dengan Mu'tazilah mereka dengan tegas


mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat.


Menurut aliran asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari


bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan


nya, di samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan


sebagainya, juga menyatakan bahwa ia mempunyai


pengetahuan, kemauan, dan daya.3


3. Aliran Maturidiyah


Dapat ditemukan persamaan antara al-maturidi dan alasy’ari,


seperti di dalam pendapat bahwa Tuhan mempunyai


sifat-sifat seperti sama’, basher dan sebagainya. walaupun


begitu pengertian al-maturidi tentang sifat berbeda dengan alasy’ari.


Menurut al-maturidi sifat tidak dikatakan sebagai


esensinya dan bukan pula dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu


mulazamah (ada bersama, baca: inheren) dzat tanpa pemisah.


Tampaknya paham al-maturidi, tentang makna sifat


cenderung mendekati paham Mu'tazilah. Perbedaannya almaturidi


mengaku adanya sifat-sifat sedangkan al-Mu'tazilah


menolak adanya sifat-sifat Tuhan.


4. Aliran Syi’ah Rafidhah


Sebagian besar tokoh Syi’ah rafidhah menolak bahwa Allah


senantiasa bersifat tahu, namun adapula sebagian dari mereka


berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahun terhadap sesuatu


sebelum ia menghendaki. Tatkala ia menghendaki sesuatu, ia


pun bersifat tahu, jika dia tidak menghendaki, dia tidak bersifat


tahu, maka Allah berkehendak menurut merek adalah bahwa


Allah mengeluarkan gerakan (taharraka harkah), ketika gerakan


itu muncul, ia bersifat tahu terhadap sesuatu itu. Mereka


berpendapat pula bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap


sesuatu yang tidak ada.



D. Iman dan kufur


1. Aliran Khawarij


Khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya,


yaitu dosa besar agar dengan demikian orang Islam yang tidak


sejalan dengan pendiriannya dapat diperangi dan dapat


dirampas harta bendanya dengan dalih mereka berdosa dan


setiap yang berdosa adalah kafir. Mengkafirkan Ali, Utsman, 2


orang hakam, orang-orang yang terlibat dalam perang jamal dan


orang-orang yang rela terhadap tahkim dan mengkafirkan


orang-orang yang berdosa besar dan wajib berontak terhadap


penguasa yang menyeleweng.


Dan iman menurut kwaharij, iman bukanlah tasdiq. Dan


iman dalam arti mengetahui pun belumlah cukup. Menurut


Abd. Al-jabbar, orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya,


bukanlah orang yang mukmin, dengan demikian iman bagi


mereka bukanlah tasdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal yang


timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya iman


bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan6


2. Aliran Murji’ah


Menurut sub sekte murji’ah yang ekstrim adalah mereka


yang berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu.


Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang


menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau


merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna


dalam pandangan Tuhan.


Sementara yang dimaksud murji’ah moderat adalah


mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah


menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal


didalamnya bergantung pada dosa yang dilakukannya.7


3. Aliran Mu'tazilah


Iman adalah tashdiq di dalam hati, iktar dengan lisan dan


dibuktikan dengan perbuatan konsep ketiga ini mengaitkan


perbuatan manusia dengan iman, karena itu, keimanan


seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep ini


dianut pula olah Khawarij.8


4. Aliran Asy’ariyah


Menurut aliran ini, dijelaskan oleh syahrastani, iman secara


esensial adalah tasdiq bil al janan (membenarkan dengan


kalbu). Sedangkan qaul dengan lesan dan melakukan berbagai


kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan furu’


(cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang


membenarkan ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga


membenarkan utusan-utusan nya beserta apa yang mereka bawa


dari-Nya, iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan


seseorang tidak akan hilang kecuali ia mengingkari salah satu


dari hal-hal tersebut.9


5. Maturidiyah


Iman adalah tasdid dalam hati dan diikrarkan dengan


lidah, dengan kata lain, seseorang bisa disebut beriman jika ia


mempercayai dalam hatinya akan kebenaran Allah dan


mengikrarkan kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini


juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan


manusia. yang penting tasdid dan ikrar.



E. Perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia


1. Aliran Jabariyah


Menurut aliran ini, manusia tidak berkuasa atas


perbuatannya yang menentukan perbuatan manusia itu adalah


Tuhan, karena itu manusia tidak berdaya sama sekali untuk


mewujudkan perbuatannya baik atau buruk.


Diumpamakan manusia seperti wayang yang tidak


berdaya, bagaimana dan kemana ia bergerak terserah dalang


yang memainkan wayang itu. Dalang manusia adalah Tuhan, ini


dianggap paham Jabariyah yang dianggap moderat, perbuatan


manusia tidak sepenuhnya ditentukan untuk Tuhan, tetapi


manusia punya andil juga dalam dalam mewujudkan


perbuatannya.


2. Aliran Qadariyah


Manusia mempunyai iradat (kemampuan berkehendak


atau memilih) dan qudrah (kemampuan untuk berbuat).


Menurut paham ini Allah SWT membekali manusia sejak


lahirnya dengan qudrat dan iradat, suatu kemampuan untuk


mewujudkan perbuatan-perbuatan tersebut.10


3. Aliran Mu'tazilah


10 Drs. H. M. Yusran Asmuni. Op.Cit. hal. 159-160


Paham ini dalam masalah af’al ibadah seirama dengan


paham Qadariyah untuk perbuatan-perbuatan Tuhan, mereka


berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban itu


dapat disimpulkan dalam satu kewajiban yaitu kewajiban


berbuat baik dan terbaik bagi manusia seperti kewajiban Tuhan


menepati janji-janji-Nya. Kewajiban Tuhan mengirim Rasulrasul-


Nya untuk petunjuk kepada manusia dan lain-lain.11


4. Aliran Asy’ariyah


Dalam menggambarkan hubungan perbuatan manusia


dengan qodrat dan iradat Tuhan, Abu Hasan Ali Bin Ismail al-


Asy’ari menggunakan paham kasb yang dimaksud dengan al-


Kasb adalah berbarengan kekuasaan manusia dengan perbuatan


Tuhan. Artinya apabila seseorang ingin melakukan suatu


perbuatan, perbuatan itu baru terlaksana jika sesuai dengan


kehendak Tuhan.


5. Aliran Maturidiyah


Menurut golongan maturidiyah, kemauan sebenarnya


adalah kemauan Tuhan namun tidak selamanya perbuatan


manusia dilakukan atas kerelaan Tuhan karena Tuhan tidak


menyukai perbuatan-perbuatan buruk. Jadi di dalam aliran


maturidiyah ada 2 unsur: kehendak dan kerelaan.



F. Kehendak muthlak dan keadilan Tuhan


1. Aliran Mu'tazilah


Mu'tazilah yang berperinsip keadilan Tuhan mengatakan


bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkin bebuat zalim dengan


memaksakan kehendak kepada hamba-Nya kemudian


mengharuskan hamba-Nya untuk menanggung akibat


perbuatannya, secara lebih jelas aliran Mu'tazilah mengatakan


bahwa kekuasaan sebenarnya tidak mutlak lagi. Itulah sebabnya


Mu'tazilah menggunakan ayat 62 surat Al-Ahzab (33)


سنة ال فى الذين خلوا من قبل ولن تجد لسنة ال تبديل


2. Aliran Asy’ariyah


Mereka percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan,


berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan,


yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata


adalah kekuasan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena


kepentingan manusia atau tujuan yang lain.


Landasan surat al-Buruj ayat 16


فعال لمايريد


3. Aliran Maturidiyah


Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah


samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil


mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan


tidak mampu untuk berbuat serta tidak mengabaikan kewajibankewajiban


hanya terhadap manusia. pendapat ini lebih dekat


dengan Mu'tazilah.


Adapun maturidiyah bukharak berpendapat bahwa Tuhan


mempunyai kekuasaan mutlak, Tuhan berbuat apa saja yang


dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya tidak ada


yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan


bagi Tuhan. Tampaknya aliran maturidiyah bukhara lebih dekat


dengan asy’ariyah.12




BAB III


KESIMPULAN



kaum Mu'tazilah berpendapat semua persoalan di atas dapat


diketahui oleh akal manusia dengan perantara akal yang sehat dan


cerdas seseorang dapat mencapai makrifat dan dapat pula mengetahui


yang baik dan buruk. Bahkan sebelum wahyu turun, orang sudah


wajib bersyukur kepada Tuhan. Menjauhi yang buruk dan


mengerjakan yang baik.


Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak


ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran


kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku


dosa besar.


Kaum asy’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan


dengan Mu'tazilah mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan


mempunyai sifat.


Menurut aliran asy’ariyah sendiri tidak dapat diingkari bahwa


Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan nya, di samping


menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga


menyatakan bahwa ia mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.


Menurut sub sekte murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang


berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Oleh karena


itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari


kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya,


bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.


Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah samarkand,


dibatasi oleh keadilan Tuhan, Tuhan adil mengandung arti bahwa


segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat


serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap


manusia. pendapat ini lebih dekat dengan Mu'tazilah.



DAFTAR PUSTAKA


DR. Abdul Rozak, M.Ag. DR. Rosihon Anwar, M. Ag, Ilmu Kalam,


Pustaka Setia Bandung: 2006.


Harun Nasution Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis


Pebandingan UI Press, Jakarta: 1986


Drs. H. Sahilun A Nasir. Pengantar Ilmu Kalam Raja grafindo


Persada. Jakarta: 1996:


Drs. H. M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid. Raja Grafindo Persada


Jakarta: 1993.


Sahrul Mujib Tbn

Terima Kasih atas kunjungan Anda, semoga apa yang ada dalam blog ini bermanfaat bagi saya khususnya, dan bagi Anda semua umumnya. Saya tunggu saran dan kritikan dari Anda semua, terima kasih dan jangan ragu untuk berkunjung lagi.