Jepitcom

Ranieri Bukan Pak Tukang

AS Roma's coach Ranieri shouts to his players during his Italian Serie A soccer match against Fiorentina at the Olympic stadium in Rome


Sudah pasti – dalam menjalankan proyek sebuah bangunan – kita mengenal yang dijuluki arsitek dan pak tukang. Seorang arsitek hanya bertugas meracik formasi yang pas, agar bangunan dapat berdiri kokoh. Masalah pelaksanaan di lapangan, berada di tangan para tukang. Jika kerja mereka bagus, bangunan akan berdiri tegak dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Beda jika bapak-bapak tukang yang bekerja  kurang ahli atau memang bukan ahlinya - walaupun arsiteknya berlisensi internasional – jangan harap hasilnya sesuai denagn apa yang dirancang sang arsitek


Hal ini dapat dianalogkan dengan krisis yang melanda Juventus akhir-akhir ini. Di dalam tubuh I Bianconeri, sang alenatore Caludio Ranieri, merupakan seorang arsitek di  dalam permainan Pavel Nedved dkk. Dia bertugas menemukan taktik yang pas untuk membawa Juventus memperoleh kemenangan. Soal hasil akhir dari pertandingan, ada di kaki para punggawa si Nyonya Tua. Mungkin jika diprosentase, keberhasilan atau kegagalan Juventus 30% berada di tangan sang pelatih, dan selebihnya tergantung pada kaki-kaki sebelas pemain Juventus yang sedang bertanding.


Menilik episode negatif Juventus yang terus berlanjut setelah mentas dari seri B, tentu saja bukan murni dari kesalahan sang arsitek. Banyak faktor lain yang menyebabkan kemunduran klubyang berasal dari kota Turin ini. Mulai faktor pemain, kondisi keuangan yang masih labil, sampai mental klub yang belum pulih sepeninggal Luciano Moggi cs. dari jajaran petinggi Juventus.


Namun diantara bermacam-macam faktor tersebut, faktor pemainlah – disamping faktor utama yaitu skandal calciopoli – yang sangat mempengaruhi kemerosotan Juventus di musim ini.


Jika dilihat, skuad Juventus sekarang ini, sangat jauh berbeda ketika klub berjuluk si Zebra ini dibesut oleh pelatih Fabio Capello. Di era Don Fabio banyak bintang berkelas semacam Patrik Viera, Gianluca Zambrota, Zlatan Ibrahimovic, F. Cannavaro – yang kesemuanya berkhianat ketika skandal pengaturan skor melanda klub ini.


Keadaan ini berbanding 360 derajat ketika klub ini dilatih oleh Ranieri. Tak ada lagi pemain setangguh Viera, setajam Ibra, sekokoh Canna. Ditambah badai cedera yang menghantam Trezeguet dan Camoranesi yang tak kunjung usai. Sedangkan umur pemain berpengalaman semacam Del Piero, Nedved, Zebina semakin uzur. Sementara itu para  pemain muda belum kunjung mempunyai mental yang tangguh untuk menghadapi ketatnya persaingan seri A.


Tentu saja sangat riskan, jika petinggi Juventus terlalu mengkambinghitamkan Ranieri sebagai biang kerok tak kunjung membaiknya performa klub yang berdiri tahun 1897 ini. Pelatih yang pernah menangani skuad Chelsea dan Parma ini, tentu saja kesulitan untuk memenuhi target petinggi Juventus untuk segera memepersembahkan gelar seri A yang ke-28 bagi Juventus dengan berbekal skuad pas-pasan sekaran ini. Pelatih sekelas Jose Maurinho pun tak akan mampu mengibarkan nama La Veccia Signora lagi, jika para petinggi tidak segera mengganti “para tukang”nya. Bukan malah memikirkan mengganti sang arsitek.


Alhasil, jika si Nyonya Tua ingin mampu bersaing lagi dengan klub-klub elit Eropa lainnya, Giovani Gigli dkk. harus segera mengganti “para tukang”nya minimal sekelas dengan “para tukang” yang menukangi Juventus ketika belum terlibat skandal calciopoli. Sang presiden klub tidak perlu mendepak Ranieri dari kursi “arsitek”. Percuma mencari arsitek kelas wahid jika “para tukang”nya kurang lihai menggocek bola. (A. Muzakki N.A)

Sahrul Mujib Tbn

Terima Kasih atas kunjungan Anda, semoga apa yang ada dalam blog ini bermanfaat bagi saya khususnya, dan bagi Anda semua umumnya. Saya tunggu saran dan kritikan dari Anda semua, terima kasih dan jangan ragu untuk berkunjung lagi.